“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dan api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu”
(Q.S. At-Tahrim: 66)
(Q.S. At-Tahrim: 66)
Momen bahagia yang paling berkesan bagi
sepasang pengantin baru adalah perkawinan. Tapi, coba tanyakan ke setiap
pasangan suami istri yang telah mempunyai keturunan, tentang manakah yang lebih
membahagiakan antara peristiwa perkawinan dan dikaruniai momongan? Tentu mereka akan serentak menjawab: “dikaruniai
momongan!”.
Anak adalah anugerah terindah bagi setiap orang tua. Kehadirannya selalu dinanti, tidak
hanya menambah “gelar” kedua orang tua, dari yang semula hanya sebagai suami dan
istri bagi pasangannya, menjadi ayah dan ibu bagi anak-anaknya. Anak, merupakan aset orang tua yang
berharga, yeknisebgai
tumpuan harapan di dunia
dan akhir nanti,
anak juga
merupakan sebab diangkat kedudukan kedua orang tua ke derajat yang lebih mulia di
sisi Allah. Wajarlah
kalau kemudian Rasul SAW menganjurkan umatnya untuk memperbanyak anak. “Agar
aku banggakan kelak di hadapan nabi-nabi lain pada han kiamat.’’
ujarnya.
Dalam mendidik anak-anak untuk mengantarkan mereka ke
gerbang kesholihan,
orang tua dapat mengambil metodelogi
manusia-manusia terbaik, yang terbukti efektif menjadikan anak keturunannya
menjadi orang-orang
yang dicintal Allah, dan dicintai pula segenap makhluk-Nya. Moteode
ini akan kita ambil dari metode
para nabi dan rasul Allah, yang merupakan makhluk
Allah yang terbaik dengan bersama bimbingan Tuhan yang
telah terbukti berhasilannya mendidik anak-anaknya agar
mengikuti jejak kesholehan orang tuanya
hingga menjad penerusnya.
Adapun para nabi dan rasul Allah dalam
mendidik anak-anaknya dengan jalan sebagai
berikut:
1. Memilihkan Iingkungan yang baik
Nabiyullah Ibrahim As. adalah satu-satunya nabi di antara sekian banyak
nabi yang bergelar “abul anbiya’ wal mursalin” (bapak para nabi dan rasul). Banyak di
antara anak keturunannya yang kemudian diangkat Allah sebagai nabi dan rasul.
Saat baru
mendapatkan anak yang sangat dinanti-nanti kelahirannya,
nabi Ibrahim As membawa
bayinya ke suatu lembah, yang tidak berpenghuni dan tidak ada tanaman maupun
tumbuhan yang dapat
dikonsumsi. Dikisahkan oleh Allah: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku
menempatkan dari
keturunanku di lembah yang tidak ditumbuhi tanaman. Wahai Tuhanku, yang demikian itu
aku lakukan agar anak keturunanku mendirikan shalat” (Qs Ibrahim 37).
Nabi Ibrahim AS tidak menjadikan kemakmuran sebagai
pertimbangan utama. Tetapi, beliau
menjadikan anaknya untuk belajar menerima apa adanya sehingga bayinya itu kelak tumbuh menjadi
hamba yang taat
juga sebagai
kriteria usia
anak-anak merupakan masa emas untuk menanamkan kebaikan. Kesimpulannya
para orang tua harus menciptakan lingkungan
atau segala suasana yang baik yang sesuai dengan usia anak.
2. Membiasakan (istiqomah) hal-hal yang baik
Tidak mudah merubah kebiasaan, terlebih bila kebiasaan
itu telah mendarah daging dan menjadi karakter. Usia anak-anak merupakan masa
emas untuk menanamkan kebaikan, karena di waktu itu anak masih polos dan belum
mempunyai
kebiasaan yang kuat. Peluang ini
sebaiknya dimanfaatkan para orang tua untuk membiasakan segala hal baik yang
sesuai dengan usianya. Katakanlah misalkan, membatasj nonton TV di waktu-waktu
tertentu, berkata santun, pergi ke masjid, dan membantu orang tua.
3. Memberikan keteladanan kepada anak
Setiap orang tua pasti bermimpi, bahwa anak-anaknya kelak tumbuh dan berkembang
menjadi pribadi dengan moralitas dan intelektualitas yang terpuji. Tanpa mau terlebih dahulu
memberikan keteladanan bagaimana menjadi orang yang diharapkan, orang tua hanya
akan menuai angan. Sebab, untuk mendidik anak menjadi sholih, maka orang tua harus terlebih dahulu menjadi orang sholih pula, minimal, mampu menunjukkan gambaran
di benak anaka naknya.
Tengoklah,
Siapa yang ada di belakang ulama-ulama besar sekaliber Imam Syafi’i, Imam Ahmad
bin Hambal, Imam Hanafi, dan Syaikh ibnu Taimiyah? Di belakang mereka, ada
orang tua-orang
tua yang
hebat (sholih) yang memang pantas melahirkan anak-anak pilihan tersebut. Intinya untuk mendidik anak menjadi sholih, maka orang tua harus terlebih dahulu
menjadi orang shalih terlebih dahulu.
4. Dialog dan diskusi tentang berbagai hal (musyawarah)
Dialog dan diskusi sering kali diperlukan untuk
memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi anak. Musyawarah
harus di lakukan setiap saat apalagi saat
dimana anak-anak mau terbuka kepada orang tua yang dipercaya
sehngga orang tua lebih
mampu mengatasi kesulitan yang tak terjangkau oleh akal pikirannya. Dengan cara ini pula, orang tua dapat member
masukan danmengajarkan
nilai-nilai agama yang belum diketahui anak secara bertahap, agar anak jadi mengerti
mengapa dia disuruh berbuat ini
dan di
ilarang melakukan itu.
5. Pengawasan yang rutin
Dalam arti, sebagai orang tua
dalam rangka mendidik
anak-anaknya ia tidak boleh melepas dan tidak memberikan pengawasan. Bisa jadi, saat tidak diawasi orang tuanya
anak-anak melakukan tindakan yang membahayakan dirinya dan masa depannya. Berapa banyak
orang tua yang tertipu, dengan
berasumsi bahwa anak-anaknya bisa dipercaya, sehingga mereka melepas begitu saja anak-anak
yang seharusnya tetap selalu dalam pengawasannya kemudian anak-anak dibiarkan berbuat apa saja
yang diinginkan, bergaul dengan siapa pun yang disukai. Akan
tetapi ternyata asumsi
(dugaan)nya itu terbukti
salah. Akibatnya marah
tidak lagi bermakna. Sesal, tidak berarti apa-apa.
6. Sanksi atau hukuman
Hukuman, sekalipun terkesan angker atau
keras tetapi hal itu dibutuhkan dalam mendidik anak.
Adanya hukuman diperlukan, saat nasihat dan
peringatan tak lagi berguna dan tidak di perhatikan bagi anak-anak. Namun hukuman yang diberikan orang tua,
semestinya sebagai sebuah keterpaksaan sekaligus buah dan rasa kasih sayangnya
yang dalam. Bukan sebaliknya, hukuman diberikan sebagai wujud kebencian dan
luapan emosi kemarahan yang tak tertahan, apa lagi dendam. Hukuman yang keluar
dari kedalaman rasa
kasih sayang dan kondisi yang memaksa dapat dilihat dari seberapa besar nilai manfaat dalam
pendidikan, dan seberapa kecil efek negatif yang membahayakan. Semakin besar
kemampuan mendidik, dan semakin tidak berbahaya sebuah hukuman, merupakan indicator
dan mengapa hukuman itu diberikan. Bukti kesungguhan orang tua dalam mendidik
anak, termanifestasikan ke dalam lantunan doa-doa mereka. Hampir-hampir tidak
ada waktu-waktu kecuali mustajab
untuk berdoa yang
akan dimanfaatkan untuk memintak pertolongan Yang Kuasa.
7. Mendoakan di setiap
kesempatan
Bukti kesungguhan orang tua
dalam mendidik anak,
termanifestasikan ke dalam lantunan doa-doa mereka. Hampir-hampir tidak ada
waktu-waktu kecuali untuk
berdoakan ,
sehingga akan
dimanfaatkan untuk memintak pertolongan dan petunjuk kehendak Yang Kuasa. Untuk itu, orang
tua akan menjaga diri
dan segala hal (perkataan, perbuatan, makanan, dan pakaian) yang menghalangi
terkabulnya do’a,
sekaligus memenuhi semua syarat pengabulannya. Karena, terkabul atau tertolaknya do’a orang tua turut menentukan “nasib” anak-anaknya. Lalu, bagaimana
mungkin sebagai orang tua kita tidak mendoakan anak-anak kita.? Padahal Rasul SAW bersabda: “Tidak
ada yang dapat merubah takdir, kecuali doa!”
Semoga, kita bisa menjadi orang tua yang senantiasa
menyadari kewajiban dan tanggung jawab kepada anak-anak.
Dan anak-anak ikta di beri ketetapan iman dan Islam, menjadi anak yang sholeh
dan sholihah. Sehingga,
bisa membayar kemuliaan, yang telah dianugerahkan Allah dan berhak tetap
menyandang kemuliaan itu sampai pintu-pintu surga berkenan terbuka dengan
keridhoan-Nya,
menyambut kedatangan kita. Amin ya robbal ‘alamin.
*Penulis
adalah Alumni PPTQ Nganjuk dan Universitas Ummul Quro’Makkah
Editor & Kolektor Masterkims
kunjungi www.mastertrick-s.blogspot.com untuk mencari referensi lainnya terimakasih.!
Upss tinggalkan komentar atau isi buku tamu dulu ya?
Untuk e-book format Microsoft word
Untuk e-book format Microsoft word
0 komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentar sahabat mastertricks yang sopan, yang tidak mengandung unsur penipuan dan sebagainnya.